Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Derita Pers Semakin "Terperas"

Derita Pers Semakin "Terperas"

ragamjatim.id - Sulit menggambarkan ketika menjelang mengakhiri masa bhakti para wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat, melakukan revisi Undang Undang Penyiaran dengan menghapus atau melarang berita investigasi.


Pemikiran menghilangkan proses berita investigasi terhadap media pers penyiaran adalah "penghianatan" tingkat tinggi. Bahkan tidak berlebihan menilai bahwa para wakil rakyat sudah diragukan dalam menjalankan demokrasi. Mengapa?


Apakah mereka masih berdemokrasi dan sesuai dengan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia masih mengamalkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, secara murni dan konsekuen. Sebab proses liputan  investigasi membongkar penyelewengan dan penyimpangan kekuasaan.


Apakah mereka para wakil rakyat, tidak memahami bahwa hari hari ini pers dalam keadaan tidak baik baik saja. Bahkan pers sudah "Terperas" dari berbagai tekanan dalam menjalankan bisnis pers, dan begitu teguh juga tetap menjaga asa dalam menjalankan kontrol sosial dan edukasi secara sungguh-sungguh.


Apakah para wakil rakyat sadar bahwa negara milik Ibu Pertiwi ini sudah pada titik nadir, terendah dalam mengemban amanat demokrasi dengan sungguh-sungguh. Proses Pemilu dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024, belum selesai dengan berbagai catatan kurang baik. Berbagai ketimpangan rekayasa peraturan bahkan mengalahkan undang undang, karena mendompleng putusan Mahkamah Konstitusi berbau famili. Menghalalkan segala cara.


Apakah para wakil rakyat tidak memahami bahwa sejak perkembangan media sosial dengan berbagai aplikasi "LIAR" di republik ini dengan leluasa "menjajah" berbagai relung informasi resmi maupun hoaks. Bahkan jelas jelas menandai  kerusakan perilaku juga moral anak bangsa dalam mengembangkan  informasi. Sehingga arus lalu lintas informasi semakin tergerus menuju ketidakprofesionalan.


Apakah para wakil rakyat tidak memotret bahwa media pers, juga media penyiaran mengalami tekanan dari perusahaan pers, sehingga sudah jauh dari independen. Juga jauh dari upaya memberikan informasi dan edukasi dengan benar, jujur, dan membanggakan.


Inilah catatan kecil bahwa media pers dan media penyiaran sedang dalam tekanan, atau tidak berlebihan menyebut "TERPERAS" habis habis dalam  menyuarakan kebenaran dan menjalan independensi dengan sungguh-sungguh.


Sebagai sekedar mengingatkan bahwa cara cara kurang profesional dan proporsional dengan merevisi Undang Undang Penyiaran dengan larangan melakukan liputan investigasi adalah mengkhianati proses jurnalistik dalam menyajikan berita edukasi dengan benar dan kontrol sosial dengan benar pula.


Sebagimana diketahui, investigasi adalah sisa sisa dari pers sebagai pilar keempat demokrasi. Dan sisi pilar ini patut dipelihara sampai langit runtuh dan bumi bergerak gerak mengakhiri kontrak menjaga Ibu Pertiwi dengan berbagai kearifannya menjaga kehidupan manusia dan seluruh makhluk di muka bumi ini.


Pengertian investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku, diambil dari hukum pembuktian berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Tuanakotta (2012:322)


Sedangkan Jurnalisme Investigasi adalah kegiatan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita yang bersifat investigatif, atau sebuah penelusuran panjang dan mendalam terhadap sebuah kasus yang dianggap memiliki kejanggalan.


Selain itu, investigasi merupakan penelusuran terhadap kasus yang bersifat rahasia. Sebuah kasus dapat diketahui kerahasiaannya apabila penelusuran terhadap kasus tersebut selesai dilakukan.


Kata jurnalisme investigasi sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu journal dan vestigium. journal atau jurnalis berarti orang yang melakukan kegiatan jurnalistik, dan vestigium yang berarti jejak kaki. (Sumaatmadja).


Jurnalisme investigasi menghasilkan sebuah karya jurnalistik, yaitu laporan investigasi. Laporan investigasi sebagai sebuah karya jurnalistik tidak ditentukan oleh besarnya kasus yang dibongkar, melainkan manfaat atau dampak apa yang ditimbulkan setelah kasus tersebut terbongkar.


Penelusuran sebuah topik yang ringan dapat dikatakan produk investigasi yang baik apabila mengungkap fakta bernilai besar bagi khalayak.


Laporan investigasi dalam pelaksanaannya membutuhkan modal yang banyak, terlebih apabila topik yang dipilih bersifat kompleks. Maka sebelum membuat konsep acuan, perlu ada riset awal, wawancara, dan observasi di lapangan.


Perencanaan yang matang sangat dibutuhkan agar penelusuran dapat berjalan dengan baik, selain itu penyamaran dan koordinasi terutama bagi jurnalis televisi harus dilakukan dengan baik.


Dalam hal ini seorang jurnalis juga dituntut untuk memiliki sifat skeptis atau ragu-ragu terhadap setiap fakta yang diperoleh, sehingga fakta tersebut akan terus digali hingga sampai ke akar permasalahan.


Pada intinya, tujuan utama dari jurnalisme investigasi adalah mengungkap kesaksian dan bukti secara fisik dari suatu persoalan yang kontroversial. Jurnalisme investigasi lebih menekankan pada upaya mengungkap fakta yang sebelumnya tersembunyi dari publik.


Karena itu, proses kerja jurnalis dalam liputan investigasi ini laksana detektif yang mengendus informasi tersembunyi dari banyak sisi dan dalam proses  mengungkapan kasus yang dibongkar untuk kepentingan lebih besar dan konsumsi publik.


Sekadar kontemolasi bahwa petikan Pembukaan UUD 1945 menyatakan;  "Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan".


Kemerdekaan pers adalah keniscayaan, karena perjuangan untuk menjaga marwah peri kemanusiaan dan peri keadilan dengan terus menerus pers menyuarakan kebenaran dan membongkar ketidakwajaran atau penyimpangan kekuasaan. Dan proses karya jurnalistik melalui  investigasi adalah mahkota.


Tidak berlebihan bahwa melarang media pers dan media penyiaran melakukan investigasi adalah jelas jelas menerjang Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Sesuai aturan, mengusir wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), yakni pasal Pasal 18 ayat (1) UU Pers dimana menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta. Apalagi melarang pers melakukan tugas tugas jurnalistik dalam hal liputan investigasi. Hal ini menunjukkan pers semakin "Terperas" karena diamputasi dengan larangan yang sesungguhnya sekaligus menerjang UU Pers.


Apalagi, pada jaman digital sekarang ini, plagiat semakin menjadi model pekerjaan pers karena tuntutan kuantitas pemberitaan. Juga karena ingin berkarya tanpa melakukan proses jurnalistik dengan benar dan jujur. Inilah salah satu kehidupan pers sedang tidak baik baik saja.


Plagiat dalam Kode Etik Jurnalistik identik dengan pencurian. Plagiat adalah mengaku karya wartawan lain sebagai karya miliknya. Seorang wartawan yang melakukan plagiat, berarti wartawan tersebut telah melakukan pencurian terhadap karya rekan profesinya. Plagiat dapat dilakukan pada bagian tertentu atau secara keseluruhan. Oleh karena itu Kode Etik Jurnalistik melarang keras wartawan melakukan plagiat dan plagiat dianggap sebagai perbuatan sangat tercela.


Sekedar membandingkan plagiat saja sebagai perbuatan sangat tercela, walaupun informasinya benar (tetapi bukan murni proses jurnalistik sebagai karya jurnalistik asli). Apalagi melarang melakukan proses pemberitaan investigasi, hal ini jauh lebih dahsyat sebagai perbuatan lebih dari sangat tercela dan memberangus demokrasi sejati. Masihkah para wakil rakyat siap menerima hisap di dunia dan di akhirat, dengan hisap sangat dahsyat. (*)

Posting Komentar untuk "Derita Pers Semakin "Terperas""